Nasional, gemasulawesi - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemenhan RI) menegaskan bahwa tugas pertahanan siber yang kini diberikan kepada TNI berdasarkan Undang-Undang TNI yang baru tidak bertujuan untuk memata-matai masyarakat sipil.
Klarifikasi ini diberikan menyusul kekhawatiran publik bahwa kewenangan baru dalam bidang siber bisa disalahgunakan untuk mengawasi aktivitas warga negara secara berlebihan.
Kekhawatiran masyarakat muncul setelah adanya penambahan tugas bidang siber bagi TNI dalam revisi Undang-Undang TNI.
Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa aturan tersebut akan mengancam kebebasan sipil, terutama dalam hal berekspresi di dunia maya.
Menanggapi hal itu, Kemenhan melalui Kepala Biro Humas Setjen Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang, memberikan bantahan dan menegaskan bahwa tidak ada agenda untuk membatasi kebebasan masyarakat.
Menurut Frega, dalam sistem demokrasi, perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar, termasuk kritik terhadap kebijakan pemerintah maupun institusi pertahanan.
Ia menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir, karena tugas pertahanan siber yang diemban TNI bukanlah alat untuk menekan kebebasan berekspresi.
Sebaliknya, tugas tersebut difokuskan pada aspek yang lebih luas, yakni menjaga kedaulatan dan keselamatan negara dari ancaman berbasis digital.
"Yang dimaksudkan pertahanan siber ini lebih kepada operasi informasi dan disinformasi yang mengancam kedaulatan negara dan keselamatan bangsa," ujar Frega.
Dalam konteks global, Frega juga menjelaskan bahwa banyak negara telah mengadopsi sistem pertahanan siber, bahkan membentuk unit khusus untuk menangani ancaman siber.
Ia mencontohkan bahwa militer Singapura telah memiliki angkatan siber tersendiri, sementara beberapa negara lain telah mendirikan korps atau komando siber untuk mengamankan data dan infrastruktur negara dari serangan dunia maya.
Lebih lanjut, Frega memaparkan bahwa ancaman siber yang bisa berdampak luas terhadap negara mencakup serangan terhadap fasilitas data penting milik pemerintah.
Ia menyebut sektor energi dan transportasi sebagai contoh bidang yang dapat terganggu akibat serangan siber, yang pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas nasional secara keseluruhan.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan meningkatnya ancaman digital, pemerintah merasa perlu untuk memperkuat sistem pertahanan siber nasional.
Meski demikian, Kemenhan memastikan bahwa langkah ini tidak akan mengorbankan kebebasan sipil, melainkan semata-mata untuk melindungi kepentingan negara dari ancaman siber yang semakin kompleks. (*/Risco)