Nasional, gemasulawesi – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa mekanisme pembagian beban bunga (burden sharing) untuk program perumahan rakyat dan koperasi dijalankan secara hati-hati.
Penerapan skema ini diselaraskan dengan prinsip kebijakan fiskal dan moneter, dengan tujuan menjaga stabilitas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain itu, skema burden sharing dijalankan dengan prinsip tata kelola yang baik, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, bersama Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan, “Pelaksanaan lanjutan akan terus kami koordinasikan dari waktu ke waktu, sebagaimana yang selama ini telah terjalin erat.”
Baca Juga:
Kemendagri Dorong Pengaktifan Siskamling dan Optimalisasi Peran Satlinmas
Kemenkeu dan BI menegaskan bahwa koordinasi antara kebijakan fiskal pemerintah dan kebijakan moneter yang dijalankan BI harus dilakukan dengan hati-hati.
Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga stabilitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Kesepakatan terkait burden sharing dituangkan dalam Keputusan Bersama (KB) mengenai tambahan bunga dalam rangka mendukung program pemerintah yang berfokus pada pencapaian Astacita Ekonomi Kerakyatan.
Mekanisme berbagi beban bunga diterapkan terhadap Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah untuk mendukung program Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP).
Baca Juga:
Eks Stafsus Menag Diperiksa KPK dalam Kasus Kuota Haji 2023–2024
Pembagiannya dilakukan dengan menanggung bersama biaya atas realisasi alokasi anggaran program, setelah dikurangi hasil penempatan dana pemerintah terkait kedua program tersebut di lembaga keuangan dalam negeri.
“Kesepakatan ini mulai dijalankan pada tahun 2025 dan berlaku hingga program pemerintah tersebut berakhir,” ungkap Kemenkeu dan BI.
Pelaksanaan mekanisme pembagian beban dilakukan dengan cara pemberian tambahan bunga pada rekening pemerintah yang ditempatkan di BI.
Skema ini sejalan dengan tugas BI sebagai pemegang kas negara sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 yang telah diubah melalui UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 22, serta sesuai dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 mengenai Perbendaharaan Negara.
Baca Juga:
Penutupan Tambang Emas Ilegal di Lore Lindu Dorong Pemulihan Ekosistem
Tambahan bunga yang disalurkan BI kepada pemerintah dirancang agar tetap sejalan dengan kebijakan moneter.
Tahap ini bertujuan menjaga stabilitas ekonomi sekaligus memberi ruang fiskal lebih luas untuk mendorong pertumbuhan dan meringankan beban masyarakat.
Kementerian Keuangan menegaskan, kebijakan fiskal diterapkan dengan prinsip kehati-hatian dan kesinambungan guna mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Pengelolaan APBN dilakukan secara cermat melalui optimalisasi penerimaan, pengeluaran yang efektif dan tepat sasaran, serta pembiayaan yang disusun secara konsisten.
Baca Juga:
Lapas Kediri Cabut Hak Narapidana Pelaku Asusila, Korban Dipaksa Telan Benda Asing
Belanja negara diarahkan pada sektor-sektor yang dinilai mampu memberikan dampak berganda besar bagi perekonomian dan memperkuat inklusivitas, termasuk sektor yang berbasis kerakyatan.
Realisasinya antara lain meliputi program perumahan rakyat, dukungan bagi bank pemerintah dalam penyaluran kredit untuk KDMP, serta berbagai program lain yang mendukung terwujudnya Astacita.
Defisit APBN 2025 diperkirakan tetap terjaga pada level rendah dengan dukungan pengelolaan pembiayaan yang profesional.
Di sisi lain, BI menjalankan strategi kebijakan terpadu untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan stabilitas makroekonomi.
Sejalan dengan upaya menjaga stabilitas, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan BI-Rate sebesar 125 basis poin sejak September 2024, yang menjadi level terendah sejak 2022.
Upaya stabilisasi nilai tukar rupiah juga diperkuat lewat intervensi di pasar off-shore melalui NDF serta di pasar domestik melalui transaksi spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder.
BI menambah likuiditas dengan menurunkan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp923 triliun pada awal 2025 menjadi Rp715 triliun pada akhir Agustus 2025.
Hingga periode yang sama, pembelian SBN oleh BI mencapai Rp200 triliun, baik melalui pasar sekunder maupun program debt switching bersama Pemerintah.
Baca Juga:
Kejati Jatim Tahan Dua Tersangka Korupsi Belanja Hibah dan Pengadaan Barang SMK
Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan dengan mekanisme pasar yang terukur, transparan, serta tetap selaras dengan arah kebijakan moneter, sehingga kredibilitas kebijakan dapat terjaga.
Selain itu, BI juga memperkuat kebijakan moneter dengan dukungan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang mencapai Rp384 triliun hingga Agustus 2025, serta mempercepat digitalisasi sistem pembayaran. (*/Zahra)