Nasional, gemasulawesi - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa pihaknya tengah menelusuri dugaan adanya peralihan status jamaah dari haji furoda menjadi haji khusus.
Selain itu, KPK juga menginvestigasi kemungkinan adanya jamaah haji khusus yang dialihkan menjadi haji reguler.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memberikan penjelasan tersebut saat menanggapi pertanyaan dari para wartawan.
Pernyataan itu disampaikannya terkait proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penentuan kuota haji.
Baca Juga:
DPRD DKI Setujui Kenaikan APBD 2026 dan Dukungan PSO untuk Transportasi Umum
Kasus ini juga mencakup penyelenggaraan ibadah haji yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.
Adapun dugaan korupsi tersebut terjadi dalam periode pelaksanaan haji tahun 2023 hingga 2024.
“Persoalan ini masih kami telusuri, dan semua kemungkinan akan kami periksa,” kata Asep.
Asep mengungkapkan bahwa langkah penyelidikan itu ditempuh KPK setelah menerima informasi dari para jemaah haji pada penyelenggaraan tahun 1445 Hijriah atau 2024 Masehi.
Ia berkata, “Ada yang awalnya mendaftar sebagai haji furoda, yang biayanya lebih tinggi, tetapi fasilitasnya justru sama seperti haji khusus.”
Ia menambahkan, “Ada juga jemaah haji khusus, tetapi pelaksanaannya bersamaan dengan haji reguler, begitu kira-kira.”
Menurutnya, situasi tersebut muncul akibat adanya perubahan dalam mekanisme pembagian kuota haji.
Perubahan tersebut dinilai tidak sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Baca Juga:
Wacana hak Angket Bergulir di Paripurna, Posisi Wabup Parigi Moutong Terancam Dimakzulkan
Kondisi ini terjadi setelah Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota haji bagi Indonesia sebanyak 20.000 orang.
Tambahan kuota itu akhirnya memengaruhi sistem pembagian yang sebelumnya telah diterapkan.
Pasal 64 undang-undang tersebut mengatur bahwa porsi kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sementara sisanya, yaitu 92 persen, diperuntukkan bagi kuota haji reguler.
Ia menambahkan, “Hal ini tentu berkaitan juga dengan ketersediaan fasilitas dan faktor lainnya yang ada di sana (Arab Saudi, red.).”
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama untuk periode 2023-2024.
KPK mengumumkan hal tersebut setelah pada 7 Agustus 2025 meminta keterangan dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Pada kesempatan yang sama, KPK juga menyampaikan bahwa mereka tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara dalam perkara ini.
Kemudian, pada 11 Agustus 2025, KPK mengungkapkan hasil perhitungan awal kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun, sekaligus menetapkan pencegahan bepergian ke luar negeri bagi tiga orang, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Baca Juga:
Rencana Evakuasi Warga Gaza Dinilai Berisiko Ganggu Perjuangan Palestina, DPR Minta Hati-hati
Selain penanganan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga mengklaim menemukan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji 2024.
Fokus utama temuan pansus adalah pembagian kuota tambahan 20.000 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi, di mana Kementerian Agama membaginya secara merata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. (*/Zahra)