Hukum, gemasulawesi - Penambangan emas ilegal kembali menambah daftar panjang kerugian negara.
Kali ini, seorang Warga Negara Asing (WNA) asal China berinisial YH tertangkap basah melakukan penambangan ilegal di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Aksi kejahatan tersebut menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai Rp1,02 triliun.
Berdasarkan laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), YH berhasil menambang 774,27 kilogram emas dan 937,7 kilogram perak secara ilegal.
Modus yang digunakan YH cukup licik. Ia memanfaatkan lubang tambang yang seharusnya dalam tahap pemeliharaan.
Tambang tersebut sebenarnya memiliki izin operasi, namun belum mendapat persetujuan untuk melakukan aktivitas produksi.
YH menggunakan kesempatan ini untuk menggali emas secara ilegal di dalam terowongan milik dua perusahaan emas, PT BRT dan PT SPM.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengungkapkan bahwa volume batuan bijih emas yang diambil mencapai 2.687,4 meter kubik.
Baca Juga:
Usut Kasus Pembubaran Acara Silaturahmi Diaspora di Kemang Jakarta Selatan, 2 Tersangka Ditahan
Lebih mengejutkan lagi, uji sampel batuan bijih emas di lokasi tambang menunjukkan kandungan emas yang sangat tinggi.
Pada batuan biasa, ditemukan kandungan emas sebesar 136 gram per ton, sedangkan pada batu yang sudah tergiling, angkanya meningkat menjadi 337 gram per ton. Hal ini tentu saja menambah besarnya kerugian yang dialami oleh negara.
Selain menggunakan terowongan tambang ilegal, YH juga memakai merkuri dalam proses pemisahan emas dari mineral lainnya. Penggunaan merkuri ini sangat berbahaya bagi lingkungan.
Uji sampel yang dilakukan di lokasi tambang menunjukkan kadar merkuri sebesar 41,35 mg/kg, jauh di atas ambang batas yang aman bagi lingkungan.
Baca Juga:
Aksi Brutal 3 Pria di Banyuwangi Resahkan Warga, Rusak hingga Curi Properti di Beberapa Sekolah
Hal ini tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga kesehatan masyarakat di sekitar tambang.
Kini, YH menghadapi ancaman sanksi hukum yang berat. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, ia terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.
Pihak Kejaksaan Negeri Ketapang masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada pihak lain yang terlibat dalam penambangan ilegal ini.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya pengawasan ketat dalam industri pertambangan.
Tidak hanya soal kerugian negara, tetapi juga dampak lingkungan yang ditimbulkan sangat besar.
Penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk melindungi kekayaan alam Indonesia dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab. (*/Shofia)