Internasional, gemasulawesi – Menurut laporan, setidaknya 71 warga Palestina meninggal dalam serangan penjajah Israel di Jalur Gaza, sehingga jumlah korban meninggal sejak tanggal 7 Oktober 2023 menjadi 40.405 orang.
Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Kesehatan pada hari Minggu, tanggal 25 Agustus 2024, waktu setempat.
Pernyataan Kementerian Kesehatan menyampaikan sekitar 93.468 orang lainnya terluka dalam serangan tersebut.
Kementerian Kesehatan mengatakan pasukan penjajah Israel membunuh 71 orang dan juga melukai 112 lainnya dalam 3 ‘pembantaian’ keluarga dalam 24 jam terakhir.
“Banyak orang masih terjebak di bawah reruntuhan dan di jalan karena tim penyelamat tidak dapat menjangkau mereka,” ujar mereka.
Di sisi lain, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, menyebutkan Washington masih bekerja di Kairo untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza, seraya menambahkan bahwa AS khawatir konflik tersebut meningkat menjadi perang regional yang lebih luas.
Hamas dalam sebuah pernyataan malam tadi, tanggal 25 Agustus 2024, waktu Palestina, menyebutkan delegasinya di Kairo menuntut agar penjajah Israel terkait oleh apa yang disepakati pada tanggal 2 Juli 2024, menyusul rencana yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Sementara Hamas menegaskan kesiapannya untuk melaksanakan kesepakatan tersebut guna mencapai kepentingan rakyat Palestina dan menghentikan penghancuran Jalur Gaza, mereka menekankan perlunya perjanjian apapun untuk mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan penuh penjajah Israel dari Jalur Gaza.
Di sisi lain, seorang Analis bernama Rami Khoury mengatakan Washington tidak memberikan tekanan serius terhadap penjajah Israel, meskipun ada retorika tentang menghentikan penderitaan warga sipil di Jalur Gaza.
Rami Khoury, yang merupakan seorang Profesor di Universitas Amerika di Beirut, menuturkan mereka terus memberikan penjajah Israel uang untuk membeli senjata dan perlindungan diplomatik yang dibutuhkannya.
“Dan ini salah satu masalahnya, AS tidak dapat menjadi mediator yang kredibel sementara mereka juga menjadi penyandang dana utama, penyedia militer, dan tempat berlindung diplomatik untuk pihak yang melakukan genosida, yakni penjajah Israel,” ucapnya.
Dia menambahkan ini benar-benar aneh dan tidak ada tempat lain di dunia yang akan menerima hal ini. (*/Mey)