Nasional, gemasulawesi - Vonis yang dijatuhkan kepada mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi importasi gula, menjadi sorotan publik luas.
Banyak pihak yang menganggap keputusan tersebut tidak adil dan terkesan lebih menitikberatkan pada pelanggaran administratif dibandingkan unsur pidana korupsi yang berat.
Dalam putusannya, Tom Lembong dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun dan 6 bulan karena dianggap menyalahgunakan wewenangnya dengan menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada sepuluh perusahaan tanpa melalui mekanisme rapat koordinasi antarkementerian.
Kasus ini pun menimbulkan berbagai reaksi di tengah masyarakat. Sejumlah warganet dan tokoh publik menilai bahwa hukuman penjara yang dijatuhkan tidak sepadan dengan kesalahan yang dilakukan.
Banyak dari mereka yang menilai bahwa pelanggaran yang terjadi merupakan bentuk dari kesalahan prosedural, bukan tindakan korupsi secara langsung.
Karena itu, tak sedikit yang berpendapat bahwa Tom Lembong seharusnya dibebaskan dari jeratan pidana.
Salah satu tokoh yang turut menanggapi vonis tersebut adalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny K Harman.
Ia mempertanyakan logika di balik proses hukum yang dijalankan dalam kasus ini, terutama mengenai pihak-pihak yang dianggap memberi instruksi kepada Tom Lembong.
“Mengapa yg memberi perintah tidak dihukum?” tulis Benny melalui akun X resminya @BennyHarmanID pada Rabu, 23 Juli 2025.
Pernyataan Benny itu langsung menarik perhatian warganet. Beberapa di antaranya membalas dengan komentar yang senada dan mendukung pertanyaan yang diajukan oleh politisi Partai Demokrat tersebut.
Banyak dari mereka merasa bahwa dalam perkara seperti ini, semestinya penyidikan dan penindakan tidak hanya berhenti pada eksekutor teknis semata, tetapi juga menjangkau siapa pun yang berada di balik keputusan tersebut, apalagi jika ada dugaan keterlibatan aktor yang lebih tinggi dalam struktur pemerintahan saat itu.
Vonis terhadap Tom Lembong sekaligus menjadi pemicu diskusi lebih luas mengenai keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Kasus ini menunjukkan bahwa di tengah upaya pemberantasan korupsi, publik masih memiliki keprihatinan mendalam terhadap sistem hukum yang dinilai belum sepenuhnya berpihak pada keadilan substantif. (*/Risco)