Nasional, gemasulawesi - Pengamat kebijakan transportasi, Azas Tigor Nainggolan, menyuarakan harapannya kepada pemerintah pusat maupun daerah.
Ia menilai penting bagi pemerintah, termasuk Pemprov DKI Jakarta, untuk segera menyusun aturan yang mengatur jalannya usaha transportasi berbasis aplikasi.
Menurutnya, regulasi tersebut harus mampu mengakomodasi seluruh pihak yang terlibat dalam bisnis transportasi daring.
Tujuannya adalah agar tercipta sistem pengelolaan bisnis yang adil dan tidak merugikan salah satu pihak.
Baca Juga:
Pemerintah Tegaskan Tak Ada Instruksi Penarikan Beras Premium, Hanya Penyesuaian Harga
"Aturan mengenai usaha transportasi online perlu ada agar tercipta kepastian hukum, sehingga kita bisa membangun sistem pengelolaan transportasi online yang adil, baik di Indonesia secara umum maupun di Jakarta secara khusus," ujar Tigor.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada landasan hukum yang jelas yang mengatur operasional transportasi daring.
Ia menilai, ketidakpastian tersebut muncul karena belum ada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Pemerintah dianggap belum memberikan pengakuan resmi terhadap bisnis layanan transportasi online melalui peraturan yang konkret.
Baca Juga:
KPK Tetapkan Tersangka Korupsi di Perusahaan Patungan RI-Jepang PPT Energy Trading
Sampai sekarang, layanan transportasi online belum masuk dalam pengakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Perusahaan aplikasi yang menjalankan bisnis transportasi daring juga tidak dikategorikan sebagai perusahaan transportasi umum secara hukum.
Selain itu, kendaraan yang digunakan untuk layanan ini masih terdaftar sebagai kendaraan pribadi.
Artinya, secara aturan, armada transportasi online belum diakui sebagai angkutan umum yang sah menurut perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga:
Kenneth Desak Food Station Transparan soal Kualitas Beras dan Minta Audit Internal Dilakukan
Tigor menilai, ketiadaan kepastian hukum dalam bisnis transportasi daring menimbulkan perselisihan yang terus berulang di antara para pihak yang terlibat, karena tidak ada rasa keadilan yang terbangun.
Ia juga mengungkapkan bahwa banyak pengemudi transportasi online mengeluhkan kondisi kerja mereka sebagai mitra aplikator.
Menurut mereka, apa yang dijanjikan di awal saat bergabung tak sepenuhnya terealisasi.
Keluhan lain yang sering muncul adalah penghasilan yang sangat minim meski mereka harus bekerja hampir sepanjang hari, hingga 20 jam.
Akibatnya, mereka kesulitan memenuhi biaya perawatan kendaraan.
Tak sedikit kendaraan mereka dalam kondisi buruk dan sering mengalami kerusakan.
Bahkan, beberapa pengemudi pernah mengalami mogok di jalan atau kecelakaan lalu lintas karena kondisi kendaraan yang tidak layak.
Menurut Tigor, para pengemudi aplikasi transportasi online seolah harus menerima semua kondisi kerja sejak awal hingga akhir sebagai bagian dari kemitraan mereka dengan perusahaan aplikasi.
Baca Juga:
Inilah Cara untuk Mendapatkan Peringatan Tsunami atau Gempa Bumi di Ponsel Pintar Android Anda
Akibat dari ketimpangan ini, sering muncul konflik antara pengemudi, pengguna layanan, dan pihak aplikator.
Ia menambahkan, sengketa yang terjadi antara pengemudi dan perusahaan aplikator kerap berlarut-larut dan tidak menemukan solusi karena belum ada payung hukum yang mengatur serta mengakui keberadaan bisnis transportasi online secara resmi di Indonesia.
Tigor meyakini, jika layanan transportasi daring telah diakui dan diatur dalam Undang-undang, maka pemerintah bisa mengambil peran dalam pengawasan.
Pemerintah dapat memastikan perusahaan aplikator menjalankan tanggung jawab sesuai amanat Pasal 138 dalam UULLAJ.
Baca Juga:
Dampak Gempa 5,7 SR, Poso Berlakukan Tanggap Darurat 14 Hari
Ia menjelaskan bahwa dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan transportasi umum yang aman, nyaman, terjangkau, dan menjamin keselamatan.
Meski tidak harus dikelola langsung oleh pemerintah, layanan tersebut bisa diberikan melalui kerja sama dengan pihak swasta penyedia jasa transportasi.
Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan memastikan bahwa setiap perusahaan transportasi umum yang beroperasi dapat menyediakan layanan yang mengutamakan keselamatan, keamanan, kenyamanan, serta tetap terjangkau bagi masyarakat.
"Pemerintah punya wewenang untuk mengatur, merencanakan, dan menjalankan penyediaan transportasi umum, termasuk bermitra dengan swasta sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Tigor. (*/Zahra)