Surabaya, gemasulawesi - Kontroversi pungutan liar alias pungli di SMAN 12 Surabaya telah menghebohkan dunia pendidikan setelah terungkapnya sejumlah fakta baru.
Salah satu temuan yang paling mencuri perhatian adalah dugaan bahwa pungutan sebesar Rp4.000.000 kepada orang tua siswa baru di SMAN 12 Surabaya digunakan untuk pembelian Jas Madrasah, yang diperkenalkan setelah pungutan tersebut diberlakukan.
Temuan ini menambah bobot kontroversi pungli di SMAN 12 Surabaya dan memunculkan pertanyaan serius tentang kepatuhan sekolah terhadap peraturan yang berlaku.
Pungutan yang diberlakukan di luar biaya resmi yang telah ditetapkan ini, awalnya diberi label sebagai sumbangan.
Namun, fakta baru menunjukkan bahwa pungutan ini dipaksakan dengan alasan untuk membiayai pembelian seragam sekolah.
Kebijakan ini tampaknya diperkenalkan secara mendadak setelah laporan mengenai pungutan ilegal muncul.
Penetapan seragam baru ini diduga bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari penggunaan dana tambahan yang tidak sah.
Ini menambah kecurigaan bahwa pungutan tersebut mungkin melanggar ketentuan yang melarang pungutan tambahan di luar biaya pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah.
Kepala sekolah dan pengurus komite di SMAN 12 Surabaya beralasan bahwa pungutan ini adalah hasil keputusan rapat antara orang tua siswa dan komite sekolah.
Mereka mengklaim bahwa pungutan tersebut merupakan kesepakatan bersama dan bukan pungli.
Namun, klaim ini semakin dipertanyakan setelah fakta bahwa pungutan tersebut diduga digunakan untuk pembelian Jas Madrasah yang baru ditetapkan.
Kebijakan ini, yang seharusnya tidak memerlukan dana tambahan dari orang tua siswa, justru menambah kompleksitas kasus ini.
Dugaan bahwa pungutan digunakan untuk pembelian seragam sekolah baru yang tiba-tiba dikenakan hanya setelah munculnya laporan tentang pungutan ilegal memperkuat dugaan bahwa ada niat untuk melanggar regulasi.
Pungutan ilegal ini bertentangan dengan Permendikbud No 44 Tahun 2012 dan Permendikbud No 75 Tahun 2016, yang secara jelas melarang pungutan tambahan dari peserta didik dan orang tua.
Peraturan ini dirancang untuk memastikan bahwa biaya pendidikan tetap terjangkau dan transparan, tanpa adanya pungutan yang tidak sah.
Selain pungutan ilegal, SMAN 12 Surabaya juga menghadapi tuduhan terkait penjualan buku dan Lembar Kerja Siswa (LKS), yang juga dilarang oleh Permendikbud No 75 Tahun 2020.
Larangan ini bertujuan untuk meringankan beban orang tua dan memastikan bahwa semua biaya pendidikan yang diperlukan telah diakomodasi dalam anggaran sekolah tanpa perlu penjualan tambahan.
Saat ini, pihak kepala sekolah SMAN 12 Surabaya belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini, menambah ketidakpastian mengenai kepatuhan sekolah terhadap peraturan yang berlaku.
Dengan fakta baru ini, pihak berwenang diharapkan untuk melakukan penyelidikan menyeluruh. (*/Shofia)