Nasional, gemasulawesi - OJK mengungkapkan, saat ini terdapat 59 juta pelajar di Indonesia yang tercatat sebagai pemilik tabungan Simpanan Pelajar (Simpel).
Total dana yang tersimpan dalam produk tabungan tersebut mencapai sekitar Rp32 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan hal tersebut ketika hadir dalam kegiatan literasi keuangan bertajuk “Like It”.
Acara tersebut berlangsung di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka, Cibubur, Jakarta Timur, pada hari Kamis.
Baca Juga:
KPK Selidiki Dugaan Alih Status dan Korupsi Kuota Haji 2023–2024
“Di Indonesia, sudah ada 59 juta pelajar yang punya tabungan, termasuk juga adik-adik yang hadir di sini. Kalau dilihat totalnya mencapai Rp32 triliun, saya yakin semua tabungan itu terisi, meskipun tentu jumlahnya berbeda-beda di setiap rekening pelajar,” ujar Mahendra.
Mahendra menjelaskan, tabungan tersebut bukan sekadar bermanfaat bagi para pelajar sebagai pemiliknya.
Ia menambahkan, dana yang terkumpul juga ikut mendukung pembangunan nasional, membuka peluang kerja, serta membantu pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Apa yang kalian simpan dalam bentuk tabungan nantinya akan memberikan manfaat besar dan nilai tambah bagi bangsa ini. Jadi, saya ucapkan terima kasih atas kontribusi tersebut,” ujar Mahendra.
OJK bersama Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengajak para siswa berkebutuhan khusus untuk mulai membiasakan diri menabung sejak usia muda.
Kegiatan ini menjadi salah satu upaya mendorong kesadaran finansial yang lebih inklusif bagi seluruh kalangan pelajar.
Mahendra menegaskan, kebiasaan menabung selaras dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam kepramukaan, karena membentuk sikap hidup hemat serta melatih kedisiplinan.
“Semua nilai itu nantinya akan memperkuat pembentukan karakter, menumbuhkan kedisiplinan, serta membangun ketangguhan adik-adik untuk terus mengembangkan diri. Kebiasaan menabung ini memang mencerminkan sifat-sifat yang sangat positif,” ucapnya.
Mahendra menuturkan, membiasakan diri menabung sejak usia muda bisa menjadi persiapan menghadapi kebutuhan mendadak yang mungkin muncul di kemudian hari.
Ia juga menyebutkan, tabungan yang terkumpul dapat membantu mewujudkan berbagai keinginan yang memerlukan dana lebih besar di masa depan.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan bahwa pemahaman literasi keuangan sejak usia muda sangatlah penting.
Menurutnya, hal ini akan membentuk generasi masa depan yang terbiasa mengatur dan mengelola keuangan dengan bijaksana.
Baca Juga:
Penyesuaian Transfer ke Daerah 2026: Peluang Perkuat Sinergi dan Kemandirian Fiskal Daerah
Purbaya menyampaikan kepada para penyandang disabilitas bahwa kebiasaan menyisihkan uang sejak masih bersekolah akan terbawa hingga dewasa dan bermanfaat ketika sudah bekerja.
Kebiasaan tersebut membantu menghindarkan dari perilaku konsumtif serta menekan risiko terjebak pada pinjaman online ilegal atau utang konsumtif, termasuk layanan pay later.
Ia juga mengajak para siswa untuk tidak hanya menabung, tetapi mulai mencoba berinvestasi secara bertahap dimulai dari instrumen yang aman, lalu berlanjut ke pilihan dengan risiko lebih tinggi namun berpeluang memberi keuntungan lebih besar.
“Kalau Anda sudah memahami cara menabung dan berinvestasi sejak muda, Anda tidak akan mudah terjebak investasi bodong atau pinjaman online ilegal,” ujar Purbaya.
Selain itu, penyandang disabilitas menjadi salah satu kelompok prioritas penerima edukasi keuangan yang masuk dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021–2025.
Sebagai upaya memperluas literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok ini, OJK telah mengeluarkan Pedoman Akses Pelayanan Keuangan untuk Disabilitas Berdaya (SETARA).
Dokumen ini berfungsi sebagai acuan bagi pelaku usaha di sektor keuangan (PUSK) dalam menjalankan ketentuan yang tercantum pada POJK 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Tujuannya adalah untuk memastikan agar penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses layanan keuangan.
Dengan pedoman ini, diharapkan calon konsumen maupun konsumen dari kelompok disabilitas dapat merasakan layanan yang setara tanpa hambatan. (*/Zahra)