Nasional, gemasulawesi - Taufan Dimas dari Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) menyampaikan pandangannya terkait kondisi rupiah.
Ia menilai pelemahan nilai tukar rupiah tidak lepas dari kebijakan yang diambil Bank Indonesia (BI).
Menurutnya, keputusan BI menurunkan suku bunga acuan menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pergerakan kurs rupiah.
Dia mengatakan, “Tekanan rupiah muncul setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi langkah itu justru membuat aset berdenominasi rupiah kehilangan daya tarik karena selisih imbal hasil dengan dolar AS semakin kecil.”
Baca Juga:
Pemerintah Percepat Operasional Koperasi Desa Merah Putih dengan Dukungan PPPK dan Program Penguatan
Hari ini, Bank Indonesia menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Agustus 2025 yang berlangsung pada Selasa (19/8).
Dalam rapat tersebut, BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps).
Dengan penyesuaian ini, tingkat suku bunga acuan kini berada di level 5,00 persen.
Tingkat suku bunga deposit facility turut dipangkas sebesar 25 basis poin, sehingga sekarang berada di posisi 4,25 persen.
Baca Juga:
Pengurangan TKD Dinilai Jadi Momentum Pemda Perkuat Kemandirian Fiskal
Hal serupa berlaku untuk suku bunga lending facility, yang diturunkan 25 basis poin sehingga berada di level 5,75 persen.
Ia menegaskan, “Situasi ini membuka peluang terjadinya arus keluar modal asing dan menekan nilai rupiah, walaupun faktor fundamental seperti inflasi yang terkendali dan surplus neraca perdagangan masih mampu menjadi penahan agar pelemahan tidak semakin tajam.”
Dari sisi global, nilai dolar Amerika Serikat terus menunjukkan penguatan. Hal ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi AS yang masih kokoh.
Beberapa indikator yang menjadi sorotan antara lain penjualan ritel yang tetap tinggi serta ketahanan pasar tenaga kerja yang terjaga.
Baca Juga:
Indonesia-Kazakhstan Tinjau Kebijakan Bebas Visa dan Perkuat Kerja Sama Hukum
Situasi tersebut memunculkan pandangan bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan menunda rencana penurunan suku bunganya.
Selain faktor domestik, ketidakpastian geopolitik ditambah kenaikan harga minyak dunia juga ikut mendorong permintaan terhadap dolar sebagai aset yang dianggap aman.
Kondisi itu membuat para investor cenderung mengurangi kepemilikan pada aset berisiko, termasuk rupiah.
Ia menegaskan, “Pelemahan rupiah kali ini dipengaruhi oleh banyak hal, baik dari dalam maupun luar negeri. Tekanan dalam jangka pendek masih cukup kuat, sementara dampak positif dari kebijakan moneter BI kemungkinan baru akan terasa dalam jangka menengah.”
Baca Juga:
BNN DKI Jakarta Bongkar Jaringan Narkoba, Amankan 10 Kilogram Barang Bukti
Pada akhir perdagangan Rabu sore, rupiah tercatat melemah 26 poin atau turun 0,16 persen menjadi Rp16.271 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.245 per dolar AS. (*/Zahra)