Denpasar, gemasulawesi - SMAN 6 Denpasar baru-baru ini menjadi pusat perhatian publik setelah terungkapnya dugaan pungutan liar (pungli) terkait pengadaan pendingin ruangan di sekolah tersebut.
Kasus ini mencuat setelah surat keputusan No. B.10.400.3.8/413/SMAN6DPS/DIKPORA diumumkan, yang menetapkan pungutan sebesar Rp1,5 juta per siswa baru di SMAN 6 Denpasar untuk pemasangan AC.
Kontroversi ini dimulai ketika beberapa siswa dan orang tua siswa SMAN 6 Denpasar mengeluhkan biaya yang dibebankan untuk pengadaan AC, yang dianggap tidak wajar dan memberatkan.
Kabar ini segera menyebar melalui berbagai platform media sosial, dengan banyak pengguna mengungkapkan kekecewaan dan kemarahan mereka terhadap tindakan sekolah tersebut.
Tidak hanya itu, beberapa pihak juga mempertanyakan transparansi penggunaan dana tersebut dan menuntut penjelasan yang lebih mendetail dari pihak sekolah.
Menanggapi situasi yang memanas, Inspektorat Provinsi Bali, melalui Inspektur Wayan Sugiada, segera merespons dengan serius.
Sugiada mengumumkan rencana untuk memanggil semua kepala sekolah SMA/SMK se-Bali dalam waktu dekat, kemungkinan pada Juli 2024, untuk memastikan tidak ada pungutan liar di institusi pendidikan.
"Kami berencana untuk melakukan pemanggilan terhadap seluruh kepala sekolah, guna memastikan bahwa pungutan liar tidak terjadi di sekolah-sekolah. Langkah ini diambil untuk menegakkan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku," ungkap Sugiada saat dihubungi di Denpasar.
Langkah ini diambil setelah adanya arahan dari Pj Gubernur Sang Made Mahendra, yang menegaskan pentingnya pencegahan pungutan liar di sekolah-sekolah.
Sugiada menekankan bahwa meskipun pemanggilan mencakup semua sekolah, indikasi pungutan liar lebih sering ditemukan di sekolah negeri dibandingkan sekolah swasta.
Pemanggilan ini juga bertujuan untuk mengingatkan kepala sekolah mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana sekolah.
Kasus di SMAN 6 Denpasar terungkap berkat pengaduan masyarakat yang mengeluhkan pungutan untuk pengadaan AC.
Baca Juga:
Lepas Landas dari Halim Perdanakusuma, Jokowi Dilaporkan Melakukan Kunjungan Kerja ke Surabaya
Inspektorat Bali segera membentuk tim untuk memverifikasi informasi tersebut.
"Kami menemukan bukti yang mendukung adanya pungutan tersebut. Setelah itu, kami segera memanggil kepala sekolah untuk menghentikan pungutan yang tidak memiliki dasar hukum ini. Pungutan tersebut tidak sah, mengingat sudah ada sumbangan bulanan melalui komite sekolah," jelas Sugiada.
Setelah menemukan bukti yang cukup, Inspektorat Bali bergerak cepat untuk menindaklanjuti kasus ini.
Mereka langsung menghubungi kepala sekolah SMAN 6 Denpasar untuk menghentikan pungutan yang dianggap tidak sah.
Sebagai hasil dari tindakan ini, SMAN 6 Denpasar menerbitkan surat pembatalan No. B.10.400.3.8/423/SMAN6DPS/DIKPORA yang mencabut pungutan untuk pengadaan AC.
Namun, surat tersebut tetap mencantumkan beberapa biaya lain yang harus dibayar oleh siswa, termasuk biaya seragam sekolah sebesar Rp2,2 juta, biaya Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sebesar Rp150.000, dan komite bulanan sebesar Rp250.000.
Sugiada menegaskan bahwa Inspektorat Bali belum menemukan kasus pungli serupa di sekolah lain yang telah diperiksa.
Dia berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran penting dan mendorong semua pihak untuk mematuhi peraturan yang berlaku.
Sugiada juga menekankan pentingnya penerapan Pergub Bali 37 Tahun 2019 tentang Pendidikan Anti-Korupsi sebagai langkah preventif untuk mencegah pungutan liar di institusi pendidikan.
Dalam konteks ini, Inspektorat Bali berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap segala bentuk pungutan tidak sah di sekolah.
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan, serta memastikan bahwa semua pungutan dilakukan berdasarkan hukum yang jelas dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, inspektorat juga akan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban mereka terkait pungutan di sekolah.
Masyarakat diimbau untuk melaporkan setiap indikasi pungutan liar yang mereka temui agar dapat segera ditindaklanjuti.
Ini adalah bagian dari upaya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. (*/Shofia)